Cinta di Balik Keterbatasan

Cinta di Balik Keterbatasan

Kala itu seperti biasanya sehabis mengajar

entah mengapa aku ingin pulang dengan TJ, yang mana biasanya aku hanya duduk dan menunggu amang grab.

Ketika itu benar-benar sendiri ku telusuri trotoar. Entah mengapa aku suka perjalanan, sebab darinya aku belajar banyak hal. Aku akan melihat sisi sebenarnya tentang hakikat kehidupan. Di JPO pun, aku lihat seseorang duduk dengan karungnya entah apa yang membuatnya tak mau pindah. Kerap kali di pinggiran jalan, ku temui anak kecil yang lelap tertidur di kumuhnya gerobak, tak sedikit ku lihat fenomena yang terkadang membuatku merasa iba. Semua fenomena-fenomena itu seakan tenggelam di balik penampakan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Aku hidup di balik fenomena ini.

Lamunanku terpecah seketika TJ berhenti di salah satu halte, Pandanganku saat itu tertuju ke salah satu pasangan yang patut untuk ku contohi. Ketika akan keluar dari bis, petugas membantu mereka . Ku lihat salah satu dari pasangan itu memiliki keterbatasan penglihatan yakni sang suami. Sang istri bisa melihat meski dengan kondisi mata yang menurut ku aneh. Ku lihat sang suami memegang pundak sang istri beriringan menyelusuri JPO, tangga demi tangga yang mereka lewati menjadi saksi akan kesabaran mereka. Ku lihat keduanya sedang menempuh masa senja, berarti mereka sudah lama menghabiskan waktu bersama. Dari paras wajah mereka, ku lihat tak sedikitpun menunjukkan kesedihan akan keterbatasan mereka. Sepertinya mereka tak peduli lagi dengan kekurangan mereka dan perjalanan yang sudah sejauh ini mereka tempuh pasti telah dibumbuhi pahit dan manisnya kisah. Aku menyadari suatu hal bahwa kesetiaan sebenarnya tak membutuhkan banyak hal. Cinta dan rasa syukur yang harus terus menyelimuti diri ini. Kondisi fisik bukan menjadi halangan untuk bahagia bukan? Asal kita melewati semuanya dengan bahagia dan terus mencari cinta sang Ilahi. Lagi-lagi lewat perjalanan ku temui sebuah motivasi. Semoga tetap bahagia selalu,untuk mu oh pasangan di halte.