Tanpa Sektor Pertambangan, Bagaimana Nasib Perekonomian Kota Pangkalpinang?
Tanpa Sektor Pertambangan, Bagaimana Nasib Perekonomian Kota Pangkalpinang?
Kota Pangkalpinang merupakan ibu kota Provinsi Bangka
Belitung yang mana terletak di Pulau Bangka. Adapun salah satu indicator yang
digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian kota Pangkalpinang yaitu dengan
menggunakan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Adapun PDRB ADHB untuk
Kota Pangkalpinang pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp 13,70 triliun dan untuk
PDRB ADHK sebesar Rp 9,08 triliun. Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota provinsi
memiliki kontribusi terhadap total PDRB 7 kabupaten/kota di Provinsi Bangka
Belitung pada tahun 2019 sebesar 17,91 persen. Selama kurun waktu lima tahun
terakhir kontribusi Kota Pangkalpinang terhadap Provinsi Bangka Belitung terus mengalami
peningkatan dengan rata-rata sebesar 17,40 persen per tahun. Sedangkan
kontribusi Kota Pangkalpinang terhadap PDRB Pulau Bangka pada tahun 2019 yaitu
sebesar 23,26 persen dan juga selama kurun waktu lima tahun terakhir kontibusinya
terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 22,50 persen per tahun..
Namun, meskipun kontribusi Kota Pangkalpinang terhadap PDRB Provinsi Bangka
Belitung mengalami kenaikan selama lima tahun terakhir hal ini masih belum menjadikan
Kota Pangkalpinang sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Berdasarkan analisis
tipologi klassen menunjukkan bahwa Kota Pangkalpinang sebagai daerah maju tapi
tertekan dikarenakan rata-rata pertumbuhan ekonominya berada di bawah rata-rata
daerah meskipun rata-rata PDRB per kapita di
Kota Pangkalpinang berada di atas rata-rata daerah. Kota Pangkalpinang sebagai
daerah maju tapi tertekan sangat disayangkan yang mana berpotensi untuk menjadi
daerah cepat maju dan cepat tumbuh, sehingga diperlukan analisis potensi daerah
menurut lapangan usaha di Kota Pangkalpinang.
Analisis potensi daerah menurut lapangan usaha dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks Location Quotient (LQ). Dengan
menggunakan LQ, lapangan usaha dapat dikategorikan menjadi sektor basis dan non
basis. Selain itu, juga dapat dikategorikan menjadi sektor unggulan, andalan,
prospektif dan kurang prospektif. Untuk analisis LQ terbagi menjadi dua yaitu Static
Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Dengan menggunakan
Static Location Quotient (SLQ) dapat diketahui lapangan usaha yang
menjadi sector basis atau non basis. Jika koefisien SLQ>1 maka lapangan
usaha tersebut masuk sebagai kategori basis. Kategori basis merupakan kategori
yang cenderung akan mengekspor keluaran produksinya ke wilayah lain, atau
mungkin melakukan ekspor ke luar negeri. Sedangkan jika koefisien SLQ<1 maka
lapangan usaha tersebut masuk sebagai kategori non basis yang mana kategori
tersebut cenderung mengimpor dari wilayah lain atau bahkan dari luar negeri.
Adapun dengan menggunakan Dynamic Location Quotient (DLQ) dapat
diketahui potensi perkembangan kategori lapangan usaha di kabupaten/kota yang
dibandingkan dengan provinsi dan dapat diharapkan menjadi kategori basis atau
tidak dapat diharapkan. Jika koefisien DLQ>1 maka potensi perkembangan
kategori lapangan usaha di kabupaten/kota lebih cepat dibandingkan kategori
yang sama di tingkat provinsi dan masih dapat diharapkan untuk menjadi kategori
basis di masa yang akan datang. Namun, jika koefisien DLQ<1 maka potensi
perkembangan kategori lapangan usaha di kabupaten/kota lebih lambat
dibandingkan sector yang sama di tingkat provinsi dan kategori tersebut tidak
dapat diharapkan untuk menjadi kategori basis di masa yang akan datang.
Berdasarkan analisis SLQ, dapat diketahui bahwa lapangan
usaha pertambangan dan penggalian pada tahun 2019 masuk sebagai kategori non
basis artinya lapangan usaha tersebut belum mampu melayani pasar domestic Kota
Pangkalpinang dan masih cenderung untuk mengimpor dari luar Kota Pangkalpinang.
Hal ini terjadi karena selama kurun waktu lima tahun terakhir lapangan usaha pertambangan
dan penggalian tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap PDRB Kota
Pangkalpinang. Tidak adanya kontribusi pertambangan ini merupakan bentuk dari
tindakan pemberhentian aktivitas tambang menjadi zero tambang di Kota
Pangkalpinang. Selain sektor pertambangan dan penggalian yang masuk sebagai
kategori non basis yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan; industry
pengolahan; pengadaan listrik dan gas. Sedangkan sisanya masuk sebagai kategori
basis yaitu pengadaan air dan pengelolaan sampah; konstruksi; perdagangan besar
dan eceran, reparasi sepeda motor dan mobil; transportasi dan pergudangan;
penyediaan akomodasi dan makan minum;
informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa
perusahaan; administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan social wajib; jasa pendidikan;
jasa kesehatan dan kegiatan social; jasa lainnya. 13 lapangan usaha tersebut
masuk sebagai kategori basis artinya setiap lapangan usaha mampu melayani pasar
domestic Kota Pangkalpinang sekaligus di luar Kota Pangkalpinang.
Untuk mengetahui lapangan usaha di Kota Pangkalpinang
masuk sebagai sector unggulan, sector andalan, sector propektif, dan sector
kurang prospektif dapat dengan menggunakan analisis kombinasi antara SLQ dan
DLQ. Berdasarkan analisis kombinasi antara SLQ dan DLQ dapat diketahui bahwa
pertambangan dan penggalian masuk sebagai sector kurang prospektif artinya
lapangan usaha tersebut akan terus menjadi sector non basis baik saat ini
maupun di masa depan. Hal ini tentu saja merupakan hasil dari kesepakatan
antara DPRD Kota Pangkalpinang dengan Pemkot Pangkalpinang untuk melarang
aktivitas tambang di Kota Pangkalpinang seperti yang dilansir dari babelreview.co.id.
Namun, hal ini tentu saja sangat disayangkan akan potensi pertambangan dan
penggalian sehingga menjadikan lapangan usaha pertambangan dan penggalian di Kota
Pangkalpinang sebagai sector kurang prospektif. Selain itu, industry pengolahan
juga masuk sebagai sector kurang prospektif. Selanjutnya lapangan usaha yang
menjadi sektor unggulan artinya akan tetap menjadi sektor basis baik sekarang
maupun beberapa tahun mendatang yaitu konstruksi; perdagangan besar dan eceran,
reparasi sepeda motor dan mobil; transportasi dan pergudangan; penyediaan
akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan
asuransi; administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan social wajib; jasa pendidikan;
jasa kesehatan dan kegiatan social; jasa lainnya. Adapun lapangan usaha yang
menjadi sektor andalan yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan serta
pengadaan listrik dan gas. Kedua lapangan usaha tersebut berpotensi menjadi
sektor basis di masa mendatang. Selanjutnya lapangan usaha yang menjadi sector
prospektif yaitu pengadaan air dan pengelolaan sampah; real estate; jasa
perusahaan. Ketiga lapangan usaha tersebut akan bergeser dari sector basis
menjadi sektor non basis di masa yang akan datang.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir, lapangan usaha
pertambangan dan penggalian memang tidak memberikan kontribusi terhadap PDRB
Kota Pangkalpinang. Hal ini terjadi karena adanya pelarangan terhadap aktivitas
tambang di Kota Pangkalpinang sehingga menjadikan lapangan usaha pertambangan
dan penggalian sebagai sector kurang prospektif yang kemudian berimbas terhadap
lapangan usaha yang lain terutama lapangan usaha industri pengolahan. Oleh
karena itu, dengan tidak adanya kontribusi lapangan usaha pertambangan dan
penggalian terhadap PDRB Kota Pangkalpinang sehingga diperlukan
kebijakan-kebijakan yang mampu mengembangkan kontribusi lapangan usaha yang
lain agar dapat menjadikan Kota Pangkalpinang sebagai daerah cepat maju dan
cepat tumbuh.
Komentar
Posting Komentar